OPINI - Penjualan tanah adat di Kabupaten Barru adalah sebuah tragedi yang menggambarkan betapa rapuhnya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat di Indonesia.
Dalam sebuah negara yang mengklaim sebagai bangsa yang menjunjung tinggi keberagaman dan hak-hak konstitusional, kehilangan tanah adat bukan hanya soal lahan, tetapi juga soal hilangnya identitas, hak, dan keberlangsungan hidup suatu komunitas.
Baca juga:
Surya Paloh: Anies, Kau Jangan Menyerah
|
Kejahatan yang lebih besar adalah ketika tanah yang telah diwariskan turun-temurun, yang seharusnya menjadi milik masyarakat adat, dengan mudah berpindah tangan karena kelalaian hukum dan ketidaktahuan masyarakat.
Di tengah pesatnya arus pembangunan dan investasi yang seolah tidak bisa dihentikan, tanah adat sering kali dipandang sebagai objek yang bisa dibeli dan dijual tanpa mempertimbangkan hak kolektif komunitas.
Pemerintah setempat dan negara gagal melindungi tanah-tanah ini, yang tak hanya berupa sebidang tanah atau sawah, tetapi juga saksi bisu dari sejarah dan tradisi masyarakat adat itu sendiri.
Ini bukan hanya soal kebijakan yang keliru, tetapi sebuah penghianatan terhadap identitas dan warisan budaya yang tak ternilai harganya.
Baca juga:
"Bale Lajang Biccu" Ramaikah di Barru ?
|
Jika kita tidak segera memperbaiki sistem hukum yang lemah dan mengabaikan pengakuan terhadap hak-hak adat, maka kita hanya akan melihat semakin banyak tanah adat yang hilang dan dilupakan.
Dengan begitu, kita tak hanya merampas tanah atau sawah, tetapi juga merampas masa depan anak cucu kita, yang mungkin suatu saat tak akan mengenal lagi tanah yang menjadi asal-usul mereka.
Senin 20 Januari 2025
Opini: Muh. Hasyim Hanis, SE, S.Pd, C.L.E
Pimpinan JNI Wilayah Sulsel dan Barru